Membaca artikel “Jakmania Berbahasa Sunda” "KOMPAS ONLINE. Url : http://olahraga.kompas.com/read/2010/02/19/16582922/Jakmania.Berbahasa.Sunda", cukup bikin gue merinding, sebenarnya fenomena ini memang sudah ada cukup lama, hanya memang karena tidak ter-ekspose oleh media sehingga tidak banyak yang tahu.
Gue juga sangat terharu atas perjuangan mereka untuk dapat datang langsung dalam menyaksikan pertandingan PERSIJA di Jakarta. Gue sangat salut atas kenekatan mereka, memaksa datang ke Jakarta walau harus mendapat teror dari oknum suporter Persita dan persikota.
Gue juga sangat terharu atas perjuangan mereka untuk dapat datang langsung dalam menyaksikan pertandingan PERSIJA di Jakarta. Gue sangat salut atas kenekatan mereka, memaksa datang ke Jakarta walau harus mendapat teror dari oknum suporter Persita dan persikota.
Tekad adalah tekad tidak bisa di ganggu gugat, walau bahaya mengancam keselamatan mereka.
Terkadang gue sempat berfikir mungkin saja ini hanya fenomena sesaat. Tapi makin kesini gue melihat mereka benar-benar serius untuk mendukung PERSIJA. Kedekatan emosi Jakarta dan Banten yang membuat mereka menjatuhkan dukungan kepada team kebanggaan Ibukota.
Tidak sedikit mobilisasi warga Banten untuk mencari nafkah di Ibukota, lalu lalang mereka menapaki Ibukota. Mengingat letak geografis yang begitu dekat antara Jakarta (Barat) dengan Serang Timur sampai ke Rangkas Bitung (Kabupaten Lebak Banten).
Kereta api menjadi alat transfomasi massa yang efisien untuk menjangkau kedua Provinsi yang berdekatan. Mendengar pengakuan mereka pada artikel tersebut yang berbunyi ”kenapa harus dukung Persija?, bukankah ada persita atau persikota?”cukup membuat gue merinding dengan jawaban mereka.
Mereka mengakui,mendukung Persija hanya karena Orang tua mereka dari Jakarta atau mencari nafkah di Jakarta. Di sini kita bisa mengerti kenapa mereka begitu loyal terhadap Persija, intinya adalah TANGGUNG JAWAB MORAL mereka. Kita harus acungi dua jempol untuk itu.
Gue punya cerita atau contoh kecil dari fenomena Jakmania Banten.
Begini, gue punya istri aseli orang Banten (Serang Timur), karena istri orang sana dan mau ngga mau gue harus rutin pulang tiap minggu satu kali. Karena gue cari makan di Jakarta dan memang kebetulan kelahiran Jakarta walau dari etnis Sunda,tapi pendukung setia PERSIJA JAKARTA. Karena seringnya gue pulang ke Banten memakai atribut Persija rupanya mencuri perhatian adik ipar gue.Sampai dia minta atribut berupa kaos dan syal Persija dari gue.
Dia bilang malu sama yang lain kalau pergi nonton ke Jakarta (pertandingan Persija ) nggak pernah pakai atribut, wew...gue sempat kaget kalo dia nggak tahunya sering berangkat ke Jakarta untuk menonton pertandingan Persija, walaupun tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Dari sini gue penasaran,menanyakan lebih dalam ke dia (adik ipar) gue. Mereka kalau berangkat bergerombol dari kampung ke kampung kumpul dan berangkat bareng.
Biasanya mereka berangkat melalui Stasiun Citeras ,benar seperti apa yg di tulis pada artikel tersebut, tapi adik ipar gue bersama gerombolannya itu berangkat dari Stasiun Maja yang letaknya tidak kurang dari 5 kilometer dari rumah, setelah itu mereka berkumpul di Parung dan gabung dengan Jakmania Parung yang notabene kebanyakan anggota resmi. Jakmania Banten (Serang Timur hingga RangkasBitung) kebanyakan adalah Jak yang tidak terkordinir alias liar.
Tapi lepas daripada itu, satu yang harus kita acungi jempol adalah tekad dan semangat mereka untuk mendukung Persija. Harusnya Jakmania Ibukota yang sering dan hobi berkelahi bisa berkaca pada mereka. Mereka pulang dan pergi harus menghadapi resiko berat sampai dengan kematian. Mengapa kalian ( Jak Ibukota) hanya membuang tenaga dan arogansi kalian hanya untuk sebuah kesombongan daerah dan tempat tertentu. Mohon di hentikan semuanya.
Kembali kepada statemen awal gue. Sekarang malah gue semakin bangga , kenapa? Kalau pulang ke Serang Timur, dari mulai Cikupa Tangerang, Tigaraksa, Cisoka hingga Balaraja tidak sedikit gue jumpai orang memakai atribut Persija. Dari yang muda sampai yang bocah.
Gema Jakmania begitu harum disana,jadi tolong jangan kotori tindakan bodoh kalian yang di Ibukota yang berimplikasi kurang baik buat Jakmania di luar Jakarta.
Jakmania itu besar karena keterbukaannya menerima segala macam berbedaan.
Tidak harus jadi orang Jakarta untuk dukung Persija dan tidak harus orang Betawi untuk jadi Jakmania.
“Tinggalkan ras,tinggalkan suku”
“Satu tekad dukung Persija”
“Dibawah bendera Jakmania”
Terkadang gue sempat berfikir mungkin saja ini hanya fenomena sesaat. Tapi makin kesini gue melihat mereka benar-benar serius untuk mendukung PERSIJA. Kedekatan emosi Jakarta dan Banten yang membuat mereka menjatuhkan dukungan kepada team kebanggaan Ibukota.
Tidak sedikit mobilisasi warga Banten untuk mencari nafkah di Ibukota, lalu lalang mereka menapaki Ibukota. Mengingat letak geografis yang begitu dekat antara Jakarta (Barat) dengan Serang Timur sampai ke Rangkas Bitung (Kabupaten Lebak Banten).
Kereta api menjadi alat transfomasi massa yang efisien untuk menjangkau kedua Provinsi yang berdekatan. Mendengar pengakuan mereka pada artikel tersebut yang berbunyi ”kenapa harus dukung Persija?, bukankah ada persita atau persikota?”cukup membuat gue merinding dengan jawaban mereka.
Mereka mengakui,mendukung Persija hanya karena Orang tua mereka dari Jakarta atau mencari nafkah di Jakarta. Di sini kita bisa mengerti kenapa mereka begitu loyal terhadap Persija, intinya adalah TANGGUNG JAWAB MORAL mereka. Kita harus acungi dua jempol untuk itu.
Gue punya cerita atau contoh kecil dari fenomena Jakmania Banten.
Begini, gue punya istri aseli orang Banten (Serang Timur), karena istri orang sana dan mau ngga mau gue harus rutin pulang tiap minggu satu kali. Karena gue cari makan di Jakarta dan memang kebetulan kelahiran Jakarta walau dari etnis Sunda,tapi pendukung setia PERSIJA JAKARTA. Karena seringnya gue pulang ke Banten memakai atribut Persija rupanya mencuri perhatian adik ipar gue.Sampai dia minta atribut berupa kaos dan syal Persija dari gue.
Dia bilang malu sama yang lain kalau pergi nonton ke Jakarta (pertandingan Persija ) nggak pernah pakai atribut, wew...gue sempat kaget kalo dia nggak tahunya sering berangkat ke Jakarta untuk menonton pertandingan Persija, walaupun tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Dari sini gue penasaran,menanyakan lebih dalam ke dia (adik ipar) gue. Mereka kalau berangkat bergerombol dari kampung ke kampung kumpul dan berangkat bareng.
Biasanya mereka berangkat melalui Stasiun Citeras ,benar seperti apa yg di tulis pada artikel tersebut, tapi adik ipar gue bersama gerombolannya itu berangkat dari Stasiun Maja yang letaknya tidak kurang dari 5 kilometer dari rumah, setelah itu mereka berkumpul di Parung dan gabung dengan Jakmania Parung yang notabene kebanyakan anggota resmi. Jakmania Banten (Serang Timur hingga RangkasBitung) kebanyakan adalah Jak yang tidak terkordinir alias liar.
Tapi lepas daripada itu, satu yang harus kita acungi jempol adalah tekad dan semangat mereka untuk mendukung Persija. Harusnya Jakmania Ibukota yang sering dan hobi berkelahi bisa berkaca pada mereka. Mereka pulang dan pergi harus menghadapi resiko berat sampai dengan kematian. Mengapa kalian ( Jak Ibukota) hanya membuang tenaga dan arogansi kalian hanya untuk sebuah kesombongan daerah dan tempat tertentu. Mohon di hentikan semuanya.
Kembali kepada statemen awal gue. Sekarang malah gue semakin bangga , kenapa? Kalau pulang ke Serang Timur, dari mulai Cikupa Tangerang, Tigaraksa, Cisoka hingga Balaraja tidak sedikit gue jumpai orang memakai atribut Persija. Dari yang muda sampai yang bocah.
Gema Jakmania begitu harum disana,jadi tolong jangan kotori tindakan bodoh kalian yang di Ibukota yang berimplikasi kurang baik buat Jakmania di luar Jakarta.
Jakmania itu besar karena keterbukaannya menerima segala macam berbedaan.
Tidak harus jadi orang Jakarta untuk dukung Persija dan tidak harus orang Betawi untuk jadi Jakmania.
“Tinggalkan ras,tinggalkan suku”
“Satu tekad dukung Persija”
“Dibawah bendera Jakmania”
1 komentar:
itulah persija. korban mati sesama persija saling bunuh-bunuhan.
Posting Komentar