Christian Gonzales sempat menjadi perbincangan di tengah-tengah penikmat sepakbola Indonesia sebelum AFF Cup berlangsung. Naturalisasi Christian Gonzales menjadi isu yang cukup penting di kala itu terkait dengan isu nasionalisme. Ada yang pro dan ada juga yang kontra mengenai naturalisasi pemain kelahiran Uruguay ini. Yang kontra berpendapat bahwa, tidak perlu kita mengimpor pemain dari negara lain. Usia Christian Gonzales yang tidak lagi muda juga menjadi kendala. Dan nasionalisme Christian Gonzales dipertanyakan oleh banyak publik saat itu.
Sepakbola adalah sebuah kultur. Isu Nasionalisme dijadikan alasan utama bagi mereka yang tidak setuju atas isu naturalisasi ini. Banyak pemain muda Indonesia yang memiliki talenta, kenapa tidak kita kembangkan saja pemain-pemain muda ini? Ketimbang menaturalisasi pemain yang sudah jadi? Apakah PSSI sudah putus asa dengan para pemain lokal sehingga harus menaturalisasi pemain dari negara lain? Kira-kira seperti itulah komentar-komentar yang banyak diberitakan di beberapa media massa.
Sedangkan yang pro atas naturalisasi ini mengatakan, bahwa Christian Gonzales memiliki jiwa nasionalisme yang bahkan melebihi orang Indonesia sendiri. Di umur yang sudah tidak muda lagi pun, Ia memiliki skill dan tehnik yang memang dibutuhkan sebagai seorang striker. Dan Ia pun membuktikannya. Pada pertandingan pertama ia memberikan kontribusi yang sangat penting dan mencetak 1 gol ke gawang Malaysia. Gol penting yang menaikkan mental Indonesia setelah tertinggal 1 gol oleh Malaysia. Indonesia akhirnya memenangkan pertandingan dengan skor 5-1.
Sejak saat itu tidak ada lagi yang meragukan keputusan nasionalisasi pemain ini. Bahkan media massa terus menerus mengangkat pemain ini. Media massa mulai meliput bagaimana proses naturalisasi Christian Gonzales dan jerih payahnya untuk memakai seragam merah putih dengan lambang garuda di dadanya. Bahkan SCTV sempat mengundang C. Gonzales dalam Barometer edisi 8 Desember 2010 dan membahas isu naturalisasi ini.
Irfan Bachdim juga menjadi salah satu aktor yang paling disorot di tim nasional Indonesia. Irfan Bachdim merupakan pemain muda Indonesia yang memiliki darah Belanda dan sempat bermain di salah satu klub junior di Belanda. Ia dipanggil oleh Alfred Riedl, (pelatih timnas) untuk ikut mengisi barisan penyerang Indonesia. Parasnya yang tampan dan usianya yang masih muda banyak dieluk-elukkan perempuan-perempuan di Indonesia. Banyak suporter ‘dadakan’ yang tiba-tiba menonton pertandingan sepakbola baik di stadion maupun di televisi ketika timnas Indonesia bermain hanya karena daya tarik Irfan Bachdim ini.
Melihat hal tersebut, media massa langsung mengupas pemain muda berbakat ini. Profil lengkapnya langsung diekspos di mana-mana, tidak luput juga dengan kehidupan pribadinya. Bahkan infotainment turut membahas profil Irfan Bachdim dan kehidupan pribadinya bersama kekasihnya Jennifer Bachdim yang merupakan model pakaian dalam. Isu kehidupan pribadinya dengan mudah menjadi bahan gossip utama media-media infotainment, demi rating.
Satu lagi aktor kontroversial yang cocok dijadikan aktor dalam komoditi euforia tim nasional Indonesia. adalah kepemimpinan Nurdin Halid sebagai seorang ketua PSSI yang kontroversial. Nurdin Halid merupakan satu-satunya ketua organisasi sepakbola negara di dunia yang masih bisa memimpin dari penjara karena kasus korupsi. Terpidana kasus korupsi, namun posisinya sebagai seorang ketua umum PSSI tetap tidak bisa dilengserkan.
Selama masa kepemimpinannya, tim nasional sepakbola Indonesia tidak pernah berprestasi. Selama ini program-program kerjanya lebih banyak bernuansa kepentingan bisnis dan juga politis. Faktor itulah yang membuat para penikmat sepakbola di Indonesia tidak menyukai sosok Nurdin Halid ini.
Lalu, dari sudut mana saja Nurdin Halid menjadi aktor penting dalam pesta olahraga AFF Suzuki Cup 2010 ini? Dari gelaran ini, sayangnya tidak ada berita positif mengenai dirinya. Meskipun tim nasional kita mencapai hasil maksimal di tiap laga, namun desakan dari suporter Indonesia agar Nurdin Halid tetap besar. Hal ini diperburuk dengan manuver yang dilakukan Nurdin Halid yang membuat ia terkesan melakukan blunder. Nurdin Halid ketahuan melakukan propaganda atas spanduk yang terpasang di stadion Gelora Bung Karno. Ia juga melarang suporter membentangkan spanduk di dalam stadion kecuali spanduk-spanduk yang ia dan jajaran PSSI pasang.
Manajemen tiket yang amburadul juga menjadi sasaran empuk bagi media untuk terus menekan kepemimpinan Nurdin Halid. Massa yang terus-menerus meminta Nurdin Halid untuk mundur mampu memancing media untuk mengangkat masalah ini ke permukaan.
Isu-isu politis yang mendompleng kesuksesan tim nasional Indonesia berawal dari sini. Banyak acara-acara di luar persiapan pertandingan timnas yang digagas oleh Nurdin Halid demi kepentingan politiknya. Salah satunya dengan undangan makan bersama dengan Aburizal Bakrie. Entah apa maksudnya, namun pertemuan yang diliput berbagai media massa ini sangat kental berbau isu politis.
Entah eksploitasi pemberitaan yang berlebihan tentang tim nasional Indonesia mempengaruhi secara mental persiapan tim Indonesia menjelang pertandingan final I di Malaysia atau tidak. Yang jelas, sampai tulisan ini dibuat Indonesia sudah memainkan laga tandangnya di Malaysia (26/12) dan menderita kekalahan cukup telak 0-3. Kini, masih tersisa pertandingan kandang di Jakarta pada hari Rabu (29/12) untuk membalas kekalahan 0-3 di pertandingan pertama agar bisa menjadi juara tahun ini.
———
Bambang K. Prihandono, dalam makalahnya yang berjudul Mewacanakan Arogansi: Sepakbola, Media dan Bisnis mengatakan, “Sepakbola tak hanya menampilkan kekuatan fisik dan keindahan menyepak, namun menjelma menjadi industri hiburan”. Kemenangan demi kemenangan yang diraih tim nasional Indonesia bisa jadi memang telah menjadi hiburan tersendiri bagi rakyat Indonesia di tengah paceklik prestasi dan kondisi rakyat kita yang sedang buruk. Sepakbola, seperti kita ketahui merupakan olahraga rakyat, olahraga yang bisa dimainkan di samping rumah, di tanah kosong, oleh siapa saja, tanpa mengenal kasta. Rasa memiliki publik terhadap tim nasionalnya menjadikan tontonan ini menjadi lebih mass dan menarik untuk dinikmati.
“Menonton sepakbola adalah aktivitas berkait dengan kenikmatan, sehingga emosi pun menjadi elemen kunci dalam setiap pertandingan”, (Dunning 1995).
Menonton sepakbola dan tim nasional kesayangannya bisa jadi hiburan tersendiri bagi rakyat Indonesia. Ketika pemberitaan di luar pertandingan itu sendiri muncul di berbagai media tentang isu seputar tim nasional, maka berita itu tetap dicari dan dinikmati. Apalagi jika apa yang ia tonton memiliki kesamaan dan kedekatan latar belakang. Tidak heran media memperlakukan isu ini sebagai sebuah komoditi dalam industri hiburan.
0 komentar:
Posting Komentar